Selasa, 30 Juni 2015

Cuti Hamil, Hak, dan Kewajiban Karyawan

Beberapa waktu lalu saya sempat baca artikel ini di Facebook, Setelah membaca cuma bisa bilang "hebat banget ini bosnya, coba kalau semua kantor memberlakukan seperti itu. Ya walau akan ada pro dan kontra sih tapi usahanya untuk mensejahterakan karyawan itu luar biasa. Ingatlah bos tanpa karyawan itu bukan apa-apa.

dikutip dari Gajimu.com
Peraturan mengenai cuti hamil/cuti melahirkan menurut Undang-Undang

Pengaturan mengenai cuti hamil ini diatur dalam Pasal 82 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yakni sebagai berikut :
  1. Pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
  2. Pekerja perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
Pekerja perempuan berhak memperoleh cuti selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan atau jika diakumulasi menjadi 3 bulan.

Apakah perusahaan tetap memberikan gaji selama pekerja perempuan menjalani cuti hamil/melahirkan tersebut?


Selama 3 bulan cuti hamil/melahirkan tersebut, perusahaan tetap wajib memberikah hak upah penuh, artinya perusahaan tetap member gaji pada pekerja perempuan yang hamil meskipun mereka sedang menjalani cuti hamil/melahirkan.

Apakah biaya melahirkan bagi pekerja perempuan ditanggung oleh perusahaan?

Pasal  4 ayat 1 UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Pasal 2 ayat 3 PP No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja menyatakan bahwa : Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000,- sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja yang diselenggarakan oleh badan penyelenggara (yakni, PT Persero Jamsostek).
Sesuai Pasal 6 UU No. 3/1992 dan Pasal 2 ayat (1) PP No. 14/1993, lingkup program jaminan sosial tenaga kerja saat ini adalah meliputi 4 (empat) program, yakni:
  • jaminan kecelakaan kerja (JKK)
  • jaminan kematian (JK)
  • jaminan hari tua (JHT)
  • jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK)
Dalam hal ini, jaminan bagi pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan termasuk dalam JPK yang menjadi hak pekerja. Cakupan program JPK ini termasuk Pelayanan Persalinan, yakni pertolongan persalinan yang diberikan kepada pekerja perempuan berkeluarga atau istri pekerja peserta program JPK maksimum sampai dengan persalinan ke-3. Besar bantuan biaya persalinan normal setinggi-tinginya ditetapkan Rp 500.000.

Apakah perusahaan menanggung biaya persalinan bagi istri seorang karyawan?


Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa pekerja berhak atas jaminan sosial diantaranya program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), cakupan program JPK termasuk Pelayanan Persalinan yang diberikan kepada pekerja perempuan berkeluarga atau istri pekerja peserta program JPK.
Jadi, jika Anda telah diikutsertakan pada program JPK pada PT Persero Jamsostek,maka  istri Anda berhak memperoleh bantuan biaya persalinan dari PT Persero Jamsostek. Atau, jika perusahaan mengikutsertakan Anda pada asuransi kesehatan dengan manfaat yang lebih baik dari JPK yang diberikan PT Persero Jamsostek, maka biaya persalinan dapat ditanggung oleh perusahaan asuransi tersebut. Meskipun, pada praktiknya, biaya yang ditanggung bisa berbeda-beda, bergantung pada asuransi kesehatan yang diikuti perusahaan Anda.

Ini Intermezzo aja kok, buat informasi.
Gimana sama Paternity Leave di Indonesia ya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar